TUTUNGKUSAN ORANG LEMBUR
Tutungkusan merupakan istilah orang sunda yang dapat diartikan dalam sebuah kata yaitu "Warisan" atau kata orang sunda titinggal para karuhun, semua orang bisa memahami bahwa itu sebuah tutungkusan yang bisa dikaitkan dengan cara, ciri khas atau peninggalan sejarah di suatu tempat. Dan tutungkusan ini hanya berlaku dalam suatu tempat yang dulunya tidak terjadinya inovasi perubahan-perubahan dengan tempat itu sendiri yang berkaitan adat istiadatnya. Jadi tidaklah mungkin di tempat baru yang terjadi perubahan adanya tutungkusan, seperti pada pesawahan atau rawa-rawa yang ditempati perumahan atau kawasan industri, terkecuali asal muasalnya tempat tersebut aslinya daratan, yang tadinya bukan sawah dan bukan rawa, tetapi kemudian tanah-tanah itu dicetak menjadi sawah, dalam beberapa puluh atau ratusan tahun kemudian ada inovasi, bisa jadi ditempat itu ada juga tutungkusannya. Apakah di setiap kampung memiliki tutungkusan?". Bisa jadi, seperti di kampung yang penulis tinggali, di Kampung Calung itu banyak tutungkusan yang ditinggalkan para pendahulunya atau para karuhun tadi. Apakah di Kampung Calung ada peninggalan sejarah seperti candi-candi, prasasti atau bangunan tua yang diwariskan?". Ya ada. Kemudian apa saja tutungkusan yang ada di kampung Calung.
Sudah dikatakan tadi, bahwa warisan para karuhun bukan saja terkait candi dan prasasti, tetapi hal lain juga bisa disebut "Tutungkusan". Di kampung calung hanya ada beberapa tutungkusan, diantaranya :
1. Rumah Panggung
Rumah panggung yang ada di kampung calung sudah berubah dari aslinya, yang tadinya bangunan tersebut bahan materialnya dari kayu dan bambu, yaitu tiang-tiang terbuat dari bambu,dinding dari bambu yang dianyam, gentingnya dari daun eurih atau ijuk pohon kawung atau aren, karena tadi regenerasi dari waktu ke waktu justru terkait SDMnya karakter manusianya berubah drastis, hingga sampai tahun 1980an rumah panggung itu sudah dianggap punah, kalaupun ada tidak lagi bentuk asli, melainkan menjadi rumah-rumah loteng atau bertingkat.
2. Bangunan Goah atau Leuit, atau yang sering disebut di Priangan "Ciumbuleuit"
Bangunan Goah atau leuit yang ada sekarang mungkin sudah berubah-berubah bentuk, misalkan dulu materialnya permanen terbuat dari kayu dan bambu, kemungkinan sekarang bisa semi permanen dan juga permanen, kemungkinan ada beberapa yang asli, tetapi yang hanya tinggal puing-puingnya saja. Kemudian fungsi goah atau leuit ini adalah sebagai lumbung padi ketika musim panen tiba. Padi disimpan dalam bentuk gedengen atau ikatan besar, itu jenis padi semacam Cere beureum, Cere ketan atau Ener Bandung. Kalau sekarang karena jenis padinya hasil kawinan semisal varietas unggul yang termasuk jenis pada Asia (Oryza Sativa), tentunya tidak lagi diikat tetapi padi sudah dimasukan ke karung dan baru disimpan di goah atau leuit. Yang jelas penyimpanan di di ruang leuit akan menjadi tahan lama atau awet karena akan menjadi aman baik oleh gangguan hama atau suhu udaranya. Apakah keberadaan bangunan masih digunakan, mungkin jarang sekali atau tidak sama sekali, karena dianggapnya dengan dimasukan pada karung sudah praktis dan ekonomis.
3. Taraje
Taraje atau dalam bahasa Indonesia disebut Tangga, Taraje itu terbuat dari bambu, secara umum ini termasuk fasilitas penting dalam rumah tangga, karena taraje itu merupakan alat memanjat untuk mencapai tempat yang tinggi, umpamaya kalau menaiki pohon yang tinggi dan tidak ada batang-batang atau ranting-rantingnya alat yang satu ini, taraje bisa difungsikan. Ada yang lebih penting lagi alat ini untuk digunakan dalam mendirikan bangunan rumah, mesjid atau apa saja. Apakah di Kampung Calung di setiap rumah memiliki taraje, oh iya...." Taraje merupakan alat yang saklar untuk kehidupan manusia.
4. Kaca-Kaca
Kaca-kaca atau bangunan gerbang yang terbuat dari bambu, Kaca-kaca sering digunakan secara umum adalah difungsikan pada saat menyambut HUT proklamasi NKRI tiap tahunnya. sekarang mungkin sudah jarang digunakan oleh masyarakat, karena dengan kemajuan industri yang ada sekarang adalah berbahan material batu bata dan semen. Kaca-kaca sebenarnya jaman dulu berfungsi sebagai pintu gerbang halaman yang di gunakan untuk menyimpan obor atau lampu cadok atau Kaca-kaca digunakan sebagai hiasan dalam hajatan atau acara pernikahan dan khitanan.
5. Saung Ranggon
Saung Ranggon merupakan bangunan berbentuk panggung dan terbuat dari bambu dengan tiang-tiang yang tinggi, saung ini digunakan untuk menunggui tanaman padi dan palawija di sawah atau di huma (tanaman hutan) dari gangguan hama, Saung ranggon berfungsi juga untuk beristirahat atau istilah sunda untuk tempat Reureuh atau Ngiuhan. Saung Ranggon di Kampung Calung sudah jarang digunakan atau mungkin sudah punah.
6. Lisung, Jubleg, Halu dan Nyiru
Alat ini digunakan untuk proses dalam menghasilkan beras yang bahannya padi, prosesnya adalah beberapa ikat padi disimpan pada lubang leusung lalu padi ditumbuk dengan halu, itu proses awal, dan untuk menghasilkan beras yang bagus biasa beras yang sudah dihasilkan disosoh atau proses penyisihan kulit pada melalui Jubleg, seperti biasa di lubang jubleg padi ditumbuk kembali, baru proses terakhir adalah ditapian (dibersihkan) dengan Nyiru yaitu alat yang terbuat dari bambu berbentuk bundar digunakan untuk menampi beras. Alat-alat tersebut mungkin di Kampung Calung sudah mulai punah, karena kemajuan teknologi dan industri, yang sekarang digunakan adalah dengan mesin penggilingan padi.
Lisung - Foto :mediaindonesia.org
7. Kincir Cai (Air)
Dulu di tahun 70 ke belakang ada alat namanya Kincir Air, alat ini digunakan untuk menimba air irigasi tersier ke sawah-sawah yang letaknya di atas saluran irigiasi tersier, air menggerakkan kincir oleh derasnya arus air, sementara di setiap pinggirannya dipasang tabung terbuat dari bambu untuk menampung air, ketika tabung bambu yang terisi air miring ke arah sawah maka airpun tertumpah ke sawah tadi, sehingga airpun mengalir ke celah-celah tanaman padi, alat yang satu ini kemungkinan sudah punah.
8. Lio
Lio itu merupakan tempat pembakaran bata atau genting, dulu lio di kampung calung banyak sekali, produksi hasil pembakaran bata di kampung ini terkenal karena produksinya sangat berkualitas, salah satu produksinya yang terkenal adalah memiliki cap dengan angka "777". Terutama produksi batu bata ini yang selalu diburu untuk dijadikan bahan material bangunan rumah atau gedung-gedung besar, karena selain batanya kuat juga bentuknya besar-besar, sehingga pembelinya tidak hanya masyarakat terdekat, juga ada yang berasal dari luar kota.
Sayangnya lio-lio itu hanya sampai bertahan sampai tahun 90 an, dan sekarang tidak kelihatan adanya lio-lio di pinggir jalan atau di tengah kampung,karena mungkin terdesak dengan produk industri besar dari perusahaan-perusahaan seperti Asbes, GRC dan hebel, sehingga menyebabkan lio-lio itu menghentikan produksi atau menjadi bangkrut.
9. Makanan ciri khas
Salah satu tutungkusan yang ada kampung Calung adalah makanan ciri khas, ada beberapa makanan ciri khas yang masih ada sekarang diantaranya : Nasi Wuduk (Uduk), Nasi Tumpeng, Uli Ketan, Dodol Hideung, Ranginang, Rangining, Kembang Eros, Sorabi Bodas, Akar kalapa, Gegeplak, Sayur Asam (Angeun Haseum), Sayur Lodeh, Lotek, Karedok, Cobek Jengkol, Cobek Peuteuy, dan banyak lagi. Dan beberapa makanan khas yang punah seperti Kicimpling, Uli Sampeu, Gegentur, Gemblong, Wajit Ketan, Kue Tamblag, Bakatul, Seupan Sampeu, Urab Sampeu.
10. Kaulinan Barudak Lembur
Kaulinan barudak lembur kebanyakan sudah ditinggalkan karena terdesak oleh permainan-permainan modern baik yang ada di mall-mall ataupun game online di internet. Padahal kaulinan barudak itu harus dilestarikan sebagai warisan leluhur, diantara Kaulinan Barudak yang punah tersebut adalah : Ucingan-ucingan, Hong, Ngadu Panggal, Ngadu Jangkrik, Maen Engklak, Maen Congklak, Jarlu (Ngajajar Tilu), Maen Dampu, Perang-perangan, Perepet Jengkol, Sosorodtan, Susulumputan, Oray-orayan, Ole-olean, Memerakan, Anjang-anjangan, Egrang. Dan banyak lagi.
Itulah beberapa tutungkusan di Kampung Calung, yang mungkin secara umum tutungkusan tersebut di semua daerah kasundaan atau Pasundan memang ada.